Jumat, 16 Desember 2016
Anggi dan Mayang
#EventCeritaAnakDuDek1
Jum'at, 21 November 2014
Anggi dan Mayang
Matahari menyapa pagi dengan hangat. Suasana di SD Melati 01 sangat berbeda dari biasa. Mereka akan berkunjung ke pabrik teh di dekat desa.
Anggi sudah siap dengan semua perbekalan. Ia tengah mengatur barisan. Meski perempuan, gadis kecil itu terlihat sigap dan sangat tegas. Tak heran ia diserahkan tanggung jawab sebagai ketua kelas.
"Bu, nanti aku mau dekat Bu Guru saja ya?" Mayang, murid yang bawel dan manja tengah merajuk pada Bu Astari.
"Tidak boleh begitu, Mayang. Semua murid harus mandiri." Mayang cemberut mendengar jawaban Bu Guru. Anggi mencoba menghiburnya.
Sampai di sana, rombongan disambut gembira oleh Pak Ari, pemandu pabrik. Semua diajak melihat langsung tata cara pembuatan teh kemas siap minum.
"Jadi, pucuk dikumpulkan dari kebun yang berada di belakang," jelas Pak Ari dengan ramah.
Anak-anak sangat senang menyimak ucapan beliau.
"Lalu ...,"
"Dimasak pakai gula kan, Pak?" celetuk Mayang sok tahu.
"Belum. Teh harus dicuci dan diuap dulu hingga kering," jawab Pak Ari tersenyum.
Begitulah, sepanjang melihat-lihat suasana, Pak Ari terus menjelaskan.
"Melatinya buat apa, Pak?" Anggi bertanya. Mayang mengejek pertanyaan Anggi.
"Ya, buat dicampur. Masak kamu nggak tahu, Nggi? Kamu kan ketua kelas," sungut Mayang.
"Iya, maaf, aku memang belum tahu," sahut Anggi bijak.
"Nah, di sinilah perbedaannya pabrik teh kami dengan tempat lain."
Anak-anak terus menyimak keterangan Pak Ari.
"Teh dicampurkan pucuk bunga melati saat diseduh. Wanginya memang sangat menggugah selera. Terbukti Teh Melati sangat digemari, ya kan?"
Bocah-bocah lucu itu manggut-manggut. Hanya Mayang yang diam saja. Aku sudah tahu semua itu, kok, katanya dalam hati.
"Nah sekarang kalian silakan masuk ke pendopo, buat kelompok berisi tiga anggota ya."
Ternyata di dalam pendopo telah disediakan beberapa gelas, sebuah nampan, es batu, gula pasir dan teko-teko berisi teh melati yang sudah siap tuang di atas meja panjang.
"Setiap kelompok harus membuat es teh melati sendiri lalu dihidangkan dalam gelas-gelas dan dibawa ke meja sebelah sana. Setelah itu silakan menikmati es teh manis melati sepuasnya," jelas Pak Ari.
"Bagi kelompok yang paling dulu selesai akan mendapat hadiah kue." Beliau menambahkan.
Anak-anak dengan tertib mencari kelompoknya masing-masing dibantu Bapak dan Ibu guru. Hanya Mayang yang tak mau diatur, Ia ingin sekelompok dengan Anggi.
Namun Anggi sudah memiliki kelompok sendiri akhirnya Mayang terpaksa menurut dipasangkan dengan yang lain.
Kelompok Mayang kelihatan sangat ribut. Semua itu karena ulah Mayang yang sok dan tak mau mengalah.
"Kamu, Dinda, kebanyakan menaruh gulanya,"
"Nggak, kok."
"Kamu, Liyan, nuangnya nggak benar."
"Tanganku kan kecil, kenapa bukan kamu yang nuangin?"
"Aku kan sudah mengerjakan bagianku. Menjejerkan gelas-gelas ini dan menaruh es batu. Sekarang giliran
kamu. Ayo dong buruan!"
"Aku tidak bisa, harus sama-sama .... "
"Iya, Mayang. Kita kan satu kelompok, harus saling membantu."
"Tidak mau. Ayo cepat nanti kita kalah. Pokoknya sekarang giliran kalian."
Dinda membantu Liyan menuang. Praaak! Teko jatuh. Air tumpah di mana-mana. Akhirnya teh tak dapat dihidangkan.
Sedangkan kelompok Anggi menjadi juara karena pertama kali menghidangkan minuman dengan cepat, rapi dan kompak.
Melihat itu Mayang tambah jengkel.
"Aku malu satu kelompok dengan kalian!" Mayang membentak kedua temannya. Dinda dan Liyan menangis.
"Apa gunanya ada perlombaan kalau tidak dapat hadiah," teriak Mayang.
Bu Guru menghampiri. "Mayang, kemenangan bukanlah hal yang utama. Sifat mau bekerjasama, rela mengalah dan saling membantu itulah yang diajarkan dalam kegiatan ini."
Anggi ikut membujuk. "Sudahlah Mayang, tak menang juga tak apa. Yuk, sini duduk semuanya. Yang penting kita bisa minum sama-sama."
Akhirnya Mayang menyadari kesalahannya. dan duduk di dekat teman-teman semua bersama dengan bapak ibu guru, juga Pak Ari dan Bu Dinar. Mayang meminta maaf pada Dinda dan Liyan yang disambut keduanya dengan tertawa sambil mengangkat gelas es teh beraroma melati.
Tamat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar