Sabtu, 11 Februari 2023

Day 12

Modul 3.3 Program Sekolah yang Berpihak pada Murid


Modul ini merupakan intisari dari semua modul yang ada. Sebelumnya kita diberi materi tentang landasan filosofis mengenai tujuan pembelajaran yaitu berpusat dan berpihak dari kebutuhan murid. Kemudian sebelumnya juga kita diberi contoh-contoh melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid yaitu dengan cara diferensiasi, peningkatan KSE dan coaching. Maka kali ini adalah kegiatan penunjang yang berpihak pada murid, baik dalam intra kurikuler, ko kurikuler maupun ekstra kurikuler.

Perasaan saya setelah mempelajari modul tentang membuat program yang berdampak pada murid adalah memperoleh pandangan baru. Bahwa program kegiatan yang ada di sekolah selayaknya harus memuat voice, choice dan ownership dari murid. Bukan berpihak pada ambisi guru atau sekolah. Jika demikian, saya jadi semakin yakin bahwa Indonesia akan lebih maju dengan pendidikan yang berhamba pada murid.

Program yang berdampak positif pada murid adalah kegiatan yang berasal dari opini, pendapat, ide, pilihan hati sesuai bakat dan minat siswa yang mereka suarakan melalui ruang-ruang merdeka di dalam kelas atau lingkup sekolah. Kemudian kegiatan itu juga merupakan pilihan yang diinginkan sendiri oleh sang murid, bukan paksaan atau tekanan dari guru. Selain itu, program tersebut juga terasa dimiliki oleh siswa, sehingga siswa bebas melakukan inovasi terhadap kegiatan tersebut.

Contohnya saat saya membuat program Si Ker-Ker alias Kreasi Kerupuk Kerang. Program sekolah sudah seharusnya berasal dari murid. Guru hanya mengarahkan, menjadi mediator, fasilitator dan membimbing ke arah keselamatan dan kebahagiaan murid.














Modul 3.3 PROGRAM SEKOLAH YANG BERDAMPAK POSITIF BAGI MURID


Program kegiatan yang ada di sekolah selayaknya harus memuat voice, choice dan ownership dari murid. Bukan berpihak pada ambisi guru atau sekolah. Jika demikian, saya jadi semakin yakin bahwa Indonesia akan lebih maju dengan pendidikan yang berhamba pada murid.

Program yang berdampak positif pada murid adalah kegiatan yang berasal dari opini, pendapat, ide, pilihan hati sesuai bakat dan minat siswa yang mereka suarakan melalui ruang-ruang merdeka di dalam kelas atau lingkup sekolah. Kemudian kegiatan itu juga merupakan pilihan yang diinginkan sendiri oleh sang murid, bukan paksaan atau tekanan dari guru. Selain itu, program tersebut juga terasa dimiliki oleh siswa, sehingga siswa bebas melakukan inovasi terhadap kegiatan tersebut.

1. Kepemimpinan Murid

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. 

Peran kita adalah:
Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
Mengurangi kontrol kita terhadap mereka. Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”.  Agency dapat diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui  tindakan-tindakan yang dibuatnya.  Albert Bandura dalam artikelnya,  

Toward a Psychology of Human Agency (2006) mengatakan, bahwa menjadi seorang agent (seseorang yang memiliki agency) berarti orang tersebut secara sengaja mempengaruhi fungsi dan keadaan hidup dirinya. Dalam pandangan ini, pengaruh pribadi merupakan bagian dari struktur kausal. Orang-orang sebenarnya dapat mengatur diri sendiri, bersikap proaktif, meregulasi diri sendiri, dan merefleksikan diri. Mereka bukan hanya dapat menjadi penonton dari perilaku mereka sendiri, tetapi adalah kontributor untuk keadaan hidup mereka sendiri.

Ada empat sifat inti dari human agency, yang kita singkat dengan akronim IVAR untuk memudahkan mengingat, yaitu:

1. I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang yang memiliki agency bukan hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat mereka sudah termasuk rencana tindakan dan strategi untuk mewujudkannya. Orang yang memiliki agency akan memahami bahwa dalam mewujudkan niatnya, ia juga harus mempertimbangkan keinginan pihak lain, sehingga berupaya untuk menemukan niatan bersama dan mengelola kesaling-tergantungan rencana.

2. V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought). Pemikiran ke depan di sini bukan hanya sekedar rencana yang mengarahkan masa depan. Mereka yang berpikiran ke depan menjadikan visi (representasi kognitif dari visualisasi masa depan) sebagai pemandu dan memotivasi tindakan-tindakan mereka saat ini. Hal ini membuat mereka menjadi individu yang bersemangat dan bertujuan.

3. A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness). Seseorang yang memiliki agency, bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke depan. Mereka juga seorang pengendali diri (self-regulator). Setelah memiliki niat dan rencana, ia tidak akan duduk diam dan menunggu. Mereka memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi aksi atau tindakan yang tepat dan untuk memotivasi serta mengatur eksekusinya.  

4. R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness). Seseorang yang memiliki agency akan memiliki kesadaran yang baik akan fungsi dirinya. Mereka akan melakukan refleksi terhadap efikasi dirinya, kecemerlangan dan ketepatan pikiran dan tindakannya, dan kebermaknaan dari upaya yang mereka lakukan dalam pencapaian tujuan, serta akan melakukan perbaikan jika diperlukan. Kemampuan metakognitif untuk melakukan refleksi diri sendiri dan kecukupan pemikiran dan tindakan seseorang adalah sifat yang paling jelas dari orang yang memiliki agency.

Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.

Murid mendemonstrasikan “student agency”  ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:

berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran
menunjukkan rasa ingin tahu
menunjukkan inisiatif
membuat pilihan-pilihan tindakan
memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
 
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:

berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati, dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif  murid-murid mereka
memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan  proses pembelajaran sesuai untuk mereka
mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka
menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang mereka miliki
menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.

2. Menumbuh kembangkan Kepemimpinan Murid

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.

Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan memereka.

SUARA MURID (VOICE)

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat.

Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya.  (www.education.vic.gov.au)

Mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara.  Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. 

Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana sekolah atau guru dapat mempromosikan “suara murid”:

Membangun budaya saling mendengarkan.
Membangun kepercayaan diri murid agar mereka percaya bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap berbagai program dan kebijakan-kebijakan sekolah.
Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi dalam berbagai kesempatan dan proses pembelajaran.
Mengajak murid untuk mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid-murid untuk memberikan masukan kepada sekolah terhadap berbagai elemen sekolah lainnya (misalnya lingkungan, fasilitas, kegiatan, kantin, seragam).
Melibatkan murid untuk memberikan saran tentang alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
Memberikan kesempatan murid untuk memberi saran terkait menu yang di jual kantin.
Membuat kotak saran untuk murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah atau persoalan yang terjadi dalam dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
 
Yang disebutkan di atas hanyalah contoh-contoh. 

B. PILIHAN (CHOICE)

Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. (marzanoacademies.org). 

Dalam ranah sosial, murid dapat diberikan kesempatan untuk berada dalam kelompok yang sesuai dengan tujuan atau minatnya; dalam ranah lingkungan, murid dapat diberikan kesempatan untuk memilih atau mengatur tempat belajar yang sesuai untuk mereka. 

Dalam ranah lingkungan, murid diberikan kesempatan untuk memilih lingkungan belajar yang paling mendukung untuk mereka belajar secara maksimal. 

Sementara dalam ranah pembelajaran, murid diberikan pilihan-pilihan untuk mengakses, berlatih, atau membuktikan penguasaan pengetahuan atau keterampilan dalam kurikulum.

Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid, mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar. Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid (Thibodeaux 2017; 2019).

Bandura (1997) juga menegaskan bahwa memberikan murid pilihan juga akan meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (dalam Thibodeaux et al, 2019).

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka?  Ada banyak cara yang dapat dilakukan.  

Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di dalam satu tahun ajaran.
Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
Memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
Memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.
 
Ada banyak lagi contoh lainnya. 

C. KEPEMILIKAN (OWNERSHIP)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Menurut Duddley-Marling dan Searle yang dikutip oleh Rainer dan Mona dalam artikel yang berjudul Ownership of Learning in Teacher Education (2002:27)  bahwa kepemilikan bukanlah sesuatu yang bisa diberikan, melainkan sesuatu yang berkembang dalam struktur dan proses yang menyiratkan rasa hormat terhadap otonomi, kekuasaan, suara, dan tanggung jawab kepada orang lain. 

Dengan demikian kondisi-kondisi, struktur, dan proses perlu dikembangkan agar guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang mendorong murid memiliki rasa kepemilikan.  

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah:

Memberikan murid kesempatan untuk memilih beberapa kegiatan yang mereka lakukan (misalnya memilih topik untuk dilaporkan).
Memberikan kesempatan murid berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum (misalnya, memutuskan apa yang ingin mereka pelajari).
Memberikan murid kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kelas.
Memberikan murid kesempatan untuk menilai diri sendiri dan terlibat dalam proses penilaian (misalnya, melibatkan murid dalam mendiskusikan kriteria rubrik proyek yang baik).
 
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;18) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar. 

Merujuk pada pendapat tentang konsep kepemilikan, dapat dikatakan bahwa, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif, dan menunjukkan investasi pribadi dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:

Merespon dan menindaklanjuti masukan dan umpan balik dari murid.
Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau serta menyesuaikan pembelajaran mereka.
Secara terus menerus menunjukkan kepada murid bagaimana mereka dapat menjadi pembelajar yang lebih baik dari hari ke hari, misalnya dengan belajar untuk menerima kesalahan. Berbagilah dengan murid-murid kita bagaimana terkadang kita membuat kesalahan dan bagaimana kita kemudian belajar dari kesalahan tersebut. Dengan cara ini, murid akan selalu merasa diterima. tidak dituntut sempurna, sehingga merasa nyaman dalam proses pembelajarannya. 
Menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik yang akan dipelajari atau mendiskusikan pengalaman murid tentang topik tersebut, dan mengkoneksikannya dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ).
Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
Melakukan penilaian diri sendiri (self assessment).
Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.
 
Ada banyak contoh lainnya. 

KAITAN DENGAN PROFIL PELAJAR PANCASILA

Profil Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia untuk karakter warganya di masa mendatang, sehingga seharusnya menjadi landasan bagi visi sekolah. Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan  menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat  mewujud sebagai pengejawantahan profil pelajar Pancasila dalam dirinya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar