Aksi nyata modul 3.1
Aksi nyata saya untuk modul dilema etika adalah mewawancarai 3 orang kepala sekolah berkenaan dengan pengalaman mereka masing-masing saat mengambil keputusan. Adapun pertanyaan yang diajukan kurang lebih sama, yaitu;
Bagaimana Bapak/ibu menentukan bahwa kasus yang dialami adalah dilema etika?
Bagaimana cara Bapak/Ibu menangani kasus tersebut?
Jika ada dua hal yang sama-sama benar tetapi menuntut Bapak/Ibu memilih satu saja di antaranya, maka apa yang menjadi pertimbangan?
Apa saja tantangan Bapak/Ibu saat mengambil sebuah keputusan yang bijak? Apa hal-hal yang mendukung dan yang menghalangi?
Berapa lama biasanya Bapak/Ibu mengambil suatu keputusan terhadap suatu masalah?
Berikut adalah hasil wawancara tersebut.
Wawancara dengan Ibu Sri Suharyani, S.Pd
Ibu Sri Suharyani, S.Pd adalah kepala SDN Kalibaru 03 Jakarta, tempat saya bertugas. Untuk menentukan sebuah kasus maka Ibu Sri Suharyani, S.Pd berusaha untuk ;
- Mengenali ada nilai-nilai yang saling bertentangan
- Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi permasalahan ini kaitannya dengan moral dan semua merasa terpanggil, dengan memperhatikan apakah bisa ditangani hanya dengan memanggil beberapa pihak saja, atau secara keseluruhan
- Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan terkait situasi yang dihadapi
- Pengujian benar atau salah terhadap situasi yang dihadapi meliputi aspek hukum, regulasi, atau naluri/perasaan
- Memprediksi dampak yang akan terjadi dari situasi tersebut apakah individu versus masyarakat, rasa keadilan versus rasa kasihan, kebenaran versus kesetiaan, dan jangka pendek versus jangka panjang
- Melakukan prinsip resolusi berdasarkan tiga prinsip penyelesaian dilema, yaitu berpikir dengan berbasis akhir, berbasis peraturan, atau berbasis rasa peduli
- Memadukan dua opsi terbaik menjadi opsi ketiga yang diyakini sebagai opsi terbaik dalam menghadapi situasi
- Membuat keputusan berdasarkan solusi yang terbaik
- Refleksi dan evaluasi keputusan yang telah dibuat sebagai bahan pertimbangan untuk situasi ke depannya
Wawancara dengan Bapak Mutahar Janan, S.Pd.I
Memurut Bapak Mutahar Janan, jika ada sesuatu hal yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan Kode Etik ASN saat menjalankan tugas secara profesional dan bertanggung jawab, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang mencakup nilai dasar dan juga kode etik ASN, seperti netralitas, profesionalisme, dan bermoral tinggi. Walaupun dilema etika yang dihadapi memiliki nilai kebaikan, tetap mempertimbangkan dan menitikberatkan dengan mengacu pada Kode Etik ASN untuk mengidentifikasi kasus-kasus dilema etika dari sudut pandang individu atau masyarakat, keadilan atau kesetiaan
Dalam dua kepentingan yang sama-sama benar tersebut tetap masing-masing memiliki sisi unggul dan lemahnya. Dipertimbangkan lebih dalam dengan nilai kebajikan yang ada, mana keputusan yang lebih banyak memiliki sisi unggul dan minimal risiko terhadap aktivitas satuan pendidikan, yang akan membawa sekolah menuju lebih baik. Dalam mempertimbangkan melibatkan banyak hal, misal pertimbangan saran rekan kerja, sarpras yang mendukung, kemudahan dalam pelaksanaan, dukungan SDM, dll.
Wawancara dengan Ibu Nur Aisyah, M.Pd
Ibu Nur Aisyah, M.Pd adalah kepala SDN Semper Barat 07 yang secara khusus saya temui dan mintai pendapatnya karena beliau merupakan Kepala Sekolah Inspiratif Tingkat Jakarta Utara tahun 2022. Menurut beliau hal-hal yang selama ini merupakan tantangan dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika adalah saat saya harus mampu menaklukan perasaan, baik rasa kasihan, hubungan kedekatan, dan pertimbangan kemanusiaan lainnya di dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan hal-hal yang dianggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika mengacu pada aspek legalitas dan regulasi walaupun di dalamnya seringkali juga melibatkan perasaan dan rasa kasihan. Tetapi pada akhirnya aspek legalitas dan regulasilah yang saya jadikan standar dalam pengambilan keputusan ketika berada dalam satu organisasi dan menjalankan tugas secara profesional dan bertanggung jawab, yang sudah jelas arah dan aturan yang berlaku dalam organisasi.
Secara tertulis belum memiliki jadwal tertentu, tetapi dalam implementasi penyelesaian kasus dilema etika ditangani langsung dengan jadwal dan batas waktu yang sudah dipertimbangkan sesuai dengan tahapan-tahapan yang dilakukan. Setiap tahapan tidak luput dari tindakan evaluasi dan perbaikan untuk tahap berikutnya.
Adapun faktor pendukung adalah kedua wakil beliau, baik bidang kurikulum maupun kesiswaan, adalah pihak yang pertama dimintai pendapat yang diyakini membantu dalam pengambilan keputusan. Selanjutnya jika kasus-kasus dilema masih terasa belum terselesaikan dengan melibatkan kedua wakil, beliau mengajak rekan-rekan guru untuk memberikan saran untuk mempermudah dalam pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang mempermudah dan membantu dalam pengambilan keputusan bisa berasal dari dukungan sarpras, dana, dan berbagai regulasi yang tepat yang sebelumnya belum diketahui dan baru mencari dan mengetahuinya saat mengalami kasus dilema etika.
Demikianlah aksi nyata saya dalam modul 3.1. Dari hasil wawancara dengan ketiga orang di atas, makal pembelajaran yang dapat saya petik dari pengalaman mengambil keputusan dilema etika adalah tetap mengacu pada aspek hukum dan regulasi, jika mulai melibatkan perasaan maka menekan perasaan tersebut sehingga secara profesional keputusan yang dibuat amanah dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar