Sabtu, 20 Februari 2016

Ayahku dan Setangkup Roti

 
sering kuterenyuh
memandangnya duduk bersimpuh
mengipasi nasib penuh peluh
topi kesabaran yang lusuh

badan legam merenta
membahu beban tiada habis
pandang sepatu menganga
iring langkah setua usia

ayah sering bercerita
tentang setangkup roti
dengan selai dan olesan mentega
harumnya di atas panggang sungguh menggoda

namun ia tak jadi membeli
demi aku di akademi
hingga gelar purna
kini roti kubeli dengan gaji pertama

tapi ia sudah tak dapat melihat
terguguk lesu di samping jasad
dan roti bakar ini masih saja hangat
sehangat mataku yang sembab

hanya tiang doa mampu kupanjat
semoga ayah bahagia di tempat layak
kubungkus roti dengan dada sesak
pahlawan berpulang tanpa kecap

Cilincing, 28 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar