Ayahku dan Setangkup Roti
sering kuterenyuh
memandangnya duduk bersimpuh
mengipasi nasib penuh peluh
topi kesabaran yang lusuh
badan legam merenta
membahu beban tiada habis
pandang sepatu menganga
iring langkah setua usia
ayah sering bercerita
tentang setangkup roti
dengan selai dan olesan mentega
harumnya di atas panggang sungguh menggoda
namun ia tak jadi membeli
demi aku di akademi
hingga gelar purna
kini roti kubeli dengan gaji pertama
tapi ia sudah tak dapat melihat
terguguk lesu di samping jasad
dan roti bakar ini masih saja hangat
sehangat mataku yang sembab
hanya tiang doa mampu kupanjat
semoga ayah bahagia di tempat layak
kubungkus roti dengan dada sesak
pahlawan berpulang tanpa kecap
Cilincing, 28 Juli 2015
memandangnya duduk bersimpuh
mengipasi nasib penuh peluh
topi kesabaran yang lusuh
badan legam merenta
membahu beban tiada habis
pandang sepatu menganga
iring langkah setua usia
ayah sering bercerita
tentang setangkup roti
dengan selai dan olesan mentega
harumnya di atas panggang sungguh menggoda
namun ia tak jadi membeli
demi aku di akademi
hingga gelar purna
kini roti kubeli dengan gaji pertama
tapi ia sudah tak dapat melihat
terguguk lesu di samping jasad
dan roti bakar ini masih saja hangat
sehangat mataku yang sembab
hanya tiang doa mampu kupanjat
semoga ayah bahagia di tempat layak
kubungkus roti dengan dada sesak
pahlawan berpulang tanpa kecap
Cilincing, 28 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar