TAMU DION
Padahal Dion baru saja duduk. Dia tengah kesal pada ayah ibu yang melarangnya nogkrong dengan teman-temannya.
"Buang
waktu," kata mereka. "Mendingan waktunya dipakai buat mengaji. Sono
ke rumah Engkong!"
Uh, nggak asik, masak ngaji melulu.
Uh, nggak asik, masak ngaji melulu.
Apalagi
kalau mau pacaran.
"Dosa!"
kata Ibu.
Aku
kan sudah remaja dan sedang banyak membutuhkan kasih sayang, hiks.
Tiba-tiba muncul sebuah kilatan dari langit. Cahaya itu mewujud bayangan putih
bersinar, melayang-layang di depannya. Si kurus itu mundur tujuh langkah, salah
satunya dengan debu, halah. Bukan najis, keles.
Bayang-bayang
itu memiliki wajah. Dan Dion terpana pada wajah itu meski tak bisa menerka
laki-laki atau perempuan. Yang jelas, wajah itu indah sekali. Alien dari mana
ini? pikir Dion.
"Mndmh kdhjsdg bshghdg," kata alien itu.
"Ka-kamu
ngomong apa?" Dion gemetar.
"Ghjdgf
jfdjsjyue gdd."
"Ngomong
apaan, sih?"
"Ihfgf
nsshsss."
"Hhhh,
kamu tuh ngomong apaan? Lagian kamu siapa sih?" gerutu cowok itu.
"Htrur dbdget dyfyruytred. Muiuwiur uyfdhs hft. Ugbhsg bddff, dhhgfgg
hsdfd nghg. Rhbdhdk snsgfd hfjhyfuy ...."
"Ooo,
kamu mau joget? Hayolah," teriak Dion. Tubuhnya yang tadinya gemetar
segera teringat lagu goyang dua lima. Lantas saja dia merentangkan tangannya
dengan mengacungkan dua jari kanan dan lima yang kiri.
"Ayo
goyang jigo ... ayo goyang dua lima ...!"
Makhluk
tersebut beristighfar. Lalu segera menyerahkan sepasang sarung tangan putih.
Dion menghentikan tariannya.
"Kuryryr
rueje dbcnsdhhe," tunjuk sang alien. Seolah menyuruh Dion memakainya.
Dion pun memasukkan tangan ke dalam sarung putih itu. Di bagian atas terdapat tombol-tombol. Dion menekan salah satu tombol. Dan tiba-tiba di hadapannya terhampar sebuah layar monitor virtual. Ia diminta mengklik bahasa Arab untuk bisa memahami kata-kata makhluk tersebut.
Dion pun memasukkan tangan ke dalam sarung putih itu. Di bagian atas terdapat tombol-tombol. Dion menekan salah satu tombol. Dan tiba-tiba di hadapannya terhampar sebuah layar monitor virtual. Ia diminta mengklik bahasa Arab untuk bisa memahami kata-kata makhluk tersebut.
"Dion, mari ikut aku."
"Ke
mana?"
"Kita
akan mengunjungi angkasa raya."
Alien
itu mengeluarkan dua buah bola seukuran kasti yang berwarna transparan.
Tepatnya tidak berwarna namun menyala-nyala seperti cahaya lampu neon.
"Ini
adalah alat pemecah molekul tubuh," ucap makhluk itu mengarahkan salah
satu bola ke dada Dion.
Dan tubuh Dion perlahan bias. Awalnya kaki, kemudian perut, dada, tangan dan terakir wajahnya. Tubuh Dion pecah menjadi gelombang kecil dan terhisap ke dalam bola tersebut. Sehingga ia bisa bebas melayang di udara.
Dan tubuh Dion perlahan bias. Awalnya kaki, kemudian perut, dada, tangan dan terakir wajahnya. Tubuh Dion pecah menjadi gelombang kecil dan terhisap ke dalam bola tersebut. Sehingga ia bisa bebas melayang di udara.
Si
giyanteng kayak sekoteng belum mateng itu diajak mengunjungi Planet Alpheer.
Planet yang bercahaya putih. Sekelilingnya diliputi awan-awan lembut yang
terbang rendah dan pelan. Ada beberapa kolam berwarna putih dan beraroma amat
lezat. Dion ingin sekali masuk ke dalamnya.
"Jangan! Kau dilarang memasukinya?"
"Kenapa?
Aku ingin sekali menyentuh awan-awan lembut itu," rengek Dion.
"Tidak.
Planet ini hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang menjaga sholatnya tepat
waktu."
Dion
menganguk-angguk dengan perasaan diliputi penasaran.
Makhluk
itu kemudian membawanya ke planet Nhyme. Planet ini berwarna keunguan.
Langitnya berwarna violet. Ada barisan debu angkasa berkerlip-kerlip. Tapi
bukan. Itu bukan debu. Melainkan peri-peri kecil yang memiliki sayap dan
terbang kian ke mari. Di dalamnya terdapat taman anggur yang nampak ranum
sekali. Dion ingin memetiknya.
"Jangan,
kau tak boleh memakannya."
"Kenapa
lagi?" tanyanya.
"Anggur
itu hanya diperuntukkan buat mereka yang rajin berpuasa."
Makhluk
itu membawanya kembali ke Planet yang lain, Kali ini planet itu berwarna emas.
Bersinar-sinar sehingga dari jarak seratus kilometer saja Dion sudah merasakan
kemegahannya.
"Yang ini aku boleh memasukinya?" tanya Dion.
"Tidak.
Ini hanya untuk orang-orang yang membasahi lidahnya dengan ayat-ayat
Al-Qur'an."
Dion menelan ludah.
Dion menelan ludah.
"Lalu
mengapa kau ajak aku ke sini ? Jika semua itu tak boleh aku masuki?"
Makhluk
itu membawanya pergi.
"Masih ada satu planet lagi yang ingin kutunjukkan kepadamu."
Mereka
memecah molekul lagi ke dalam bola kristal.
Mereka
menelusuri angkasa. Kali ini di tengah perjalanan Dion merasakan kegerahan.
Dahinya mulai berkeringat. Alien di depannya menghentikan terbang. Dari
kejauhan nampak sekumpulan planet. Planet-planet itu umumnya berwarna merah.
Ada satu yang paling besar dan tepinya berkobar-kobar menyala.
"Kumpulan
planet apa ini?" tanya Dion.
"Ini
adalah gugusan planet buangan."
"Apa
maksudmu?"
"Planet
ini berisi benda-benda bahkan manusia tak berguna yang harus dibuang dari alam
maya pada. Karena keberadaan mereka yang pendosa dan banyak menyiakan waktunya
untuk berbuat dosa."
"Ap-apa nama planet ini? Apakah ini ne-neraka?" tanya Dion takut.
Keringatnya mulai membasahi kemejanya. Ia melihat beberapa benda angkasa yang
beredar di sekitar daerah orbit planet itu hancur dan meledak saat
mendekatinya.
Makhluk
itu tak menjawab sama sekali. Dion bersyahadat. Lalu masuk kembali ke dalam
bola putih. Lalu ia jatuh di bawah jendela kamarnya.
Ia
segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat isya serta mengikuti arah
ayahnya ke rumah Engkong.
Tamat.
Cilincing,
2 Pebruari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar