Tak ada yang bisa mendahului takdir Tuhan. Manusia tidak bertindak selalu atas kemauannya sendiri, namun kadangkala terpaksa oleh keadaan. Seperti aku dan suami yang terdampar di pedalaman kampung ini.
“Mas, ayo cari jalan pulang. Aku udah nggak tahan tinggal di sini.”
“Sabar, Sayang. Kita harus membantu orang-orang itu dulu.”
“Ah seminggu cukup sudah. Toh nanti ada tim khusus yang jadi relawan membantu angkat-angkat. Bukankah sudah biasa para tetangga saling menolong di kampung ini?"
"Iya, tapi kita nggak mungkin pulang duluan. Kita cari saja lagi kotak hitamnya.”
“Dimana sih kotak hitamnya?”
“Sabar … sabar…”
“Harus berapa lama lagi?”
“Sabar, ya?”
“Nggak bakalaan ada di sini, nggak akan ketemu, sudah kita pulang saja.”
Huh!
Akhirnya, setelah dua minggu menginap di rumah saudara ipar yang mengadakan perhelatan nikah ini, bisa juga kami kembali ke Jakarta.
Di sini, di daerah pinggiran Jakarta, rumahku ini, getuk hitam ditabur kelapa dan gula pasir adalah panganan yang sudah menjadi makanan langganan kami yang dijual Bik Inong setiap hari.
Oh, sedaaap.
Cilincing, 7 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar