TUGAS
Hati Salwa berdegup kencang. Ia sibuk mencoret-coret di atas kertas. Matanya
bolak-balik dari gambar yang sedang dibuatnya ke sesuatu di dinding. Benda itu
terus berdetak.
Terlihat makanannya tak habis, dan seorang wanita tengah mengikat sesuatu di kakinya. Dengan risih Salwa menggeser posisi duduknya.
“Cepatlah, Salwa, cepat!” Suara di pintu terus mengingatkannya.
Dengan gemetar gadis itu menorehkan garis-garis hingga menyerupa bentuk.
“Cepat, Salwa, cepat!”
Iya, iya, rutuknya dalam hati. Kesal dengan suara berat yang berasal dari dekat pintu keluar.
Gadis beralis tebal dan hidung mancung itu memoleskan warna-warna pada gambar tersebut.
“Selesai,” keluh Salwa sambil mengusap peluh di dahinya. Dan ia memasukkan gambar itu dalam tas di sisinya.
Satu sosok lagi keluar dari kamar mandi. Rambutnya panjang.
“Tunggu! Mana gambar itu. Aku ingin melihatnya,” seru sosok tersebut sambil bibirnya melantunkan sebuah kidung. Meski tak jelas benar lagu apa yang disenandungkannya
“Gambar apa itu?”
“Pemandangan desa,” sahut Salwa acuh tak acuh.
“Mengapa mataharinya tidak bulat? Jadi serupa balon. Dan cemaranya mengapa merah bukan hijau?”
“Ah, nggak usah protes deh, Mbak. Aku terburu-buru nih, bukannya bantuin.”
“Besok-besok main saja terus, sampai lupa pe-er!” seru mama yang sedari tadi mengikatkan tali sepatunya.
“Ya. Tonton saja tivi semalaman,” sahut ayah segera keluar menghidupkan motor untuk memboncengi Salwa. Salwa pun terburu-buru memakai topi dan dasi merah putihnya lalu pamit pada mama dan kakak.
END
Cilincing, 1 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar